Minggu, 10 Januari 2010

CONTOH PROPOSAL SKRIPSI

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL

RANCANGAN SKRIPSI

NAMA : Dhesy Ardiana A
NIM : 3101405001
PRODI : PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN : SEJARAH


A. Judul
”KUALITAS GURU SEJARAH DI SMA NEGERI SE-KABUPATEN BANJARNEGARA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH DITINJAU DARI ASPEK PERSIAPAN, METODE, PROSES DAN EVALUASI”.
B. Latar Belakang
Undang-Undang N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah sistem usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas, harkat, dan martabat manusia. Pendidikan juga dipandang sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan seseorang.
Sistem pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan sistem ini bertujuan untuk memasuki era globalisasi, di mana persaingan kualitas sumber daya manusia yang semakin ketat di semua sektor kehidupan baik di sektor pendidikan maupun non pendidikan. Namun, pada kenyataannya hal ini tidak didukung oleh kompetensi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Para ahli pendidikan kurang memperhatikan kualitas/ kompetensi dalam pembelajaran. Sikap dan presepsi seperti ini disebabkan karena sudah berpuluh-puluh tahun sistem pendidikan di Indonesia diselenggarakan dengan berbagai kekurangan.
Pemerintah dan masyarakat memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kualitas lembaga pendidikan di Indonesia dan diharapkan dapat menghasilkan tenaga-tenaga terdidik dan terlatih sehingga dalam proses selanjutnya akan memiliki kemampuan yang profesional baik dalam bekerja maupun dalam berkarya. Dalam hal ini guru harus dapat mengoptimalkan peranannya dalam proses pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah antara lain adalah dengan cara pemberian bantuan alat/sarana dan prasarana pendidikan guna untuk kemajuan sekolah (Depdikbud,1996:5). Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara ini banyak di pengaruhi oleh berbagai macam faktor, Karena itu mutu pendidikan negara kita terpuruk, tetapi kita tidak boleh menyalahkan atau mencari siapa yang salah dan bertanggung jawab dalam memecahkan masalah ini, karena ini merupakan tanggung jawab kita semua sebagai warga negara ini, tetapi yang perlu kita renungkan dan fikirkan adalah bagaimana mutu pendidikan dinegara ini kembali bermutu dan mampu bersaing dengan negara-negara lainnya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan di negara kita adalah faktor tenaga pengajar atau guru. Guru merupakan tenaga yang sangat berpengaruh dalam menentukan mutu pendidikan di Indonesia.Walaupun di sadari guru bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, namun kehadiran guru dalam proses belajar mengajar masih memiliki peranan penting.Peranan guru dalam proses pengajaran belum dapat digantikan oleh mesin, radio, tape recorder, ataupun komputer yang paling modern sekalipun. Masih banyak unsur-unsur manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang diharapkan merupakan hasil dari proses pengajaran , tidak dapat dicapai melalui alat-alat atau teknologi yang diciptakan oleh manusia untuk membantu dan mempermudah kehidupannya.
Namun harus diakui bahwa sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan kemajuan teknologi di lain pihak, di berbagai negara maju bahkan bahkan juga di Indonesia, usaha kearah peningkatan pendidikan terutama menyangkut kuantitas berpaling pada ilmu dan teknologi. Misalnya pengajaran melalui radio, pengajaran melalui televisi, sistem belajar jarak jauh melalui sistem modul, mesin pengajar/komputer dan lain-lain.Sungguhpun demikian guru masih tetap diperlukan. Sebagai contoh dalam pengajaran modul, peranan guru sebagai pembimbing belajar justru sangat dipentingkan. Dalam pengajaran melalui radio, guru masih diperlukan terutama dalam menyusun dan mengembangkan desain penngajaran. Demikian halnya dalam pengajaran melalui televisi.
Dengan demikian dalam sistem pengajaran mana pun , guru selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan, hanya peran yang dimainkan akan berbeda sesuai dengan tuntutan sistem tersebut.Dalam proses pengajaran guru memegang peran sebagai sutradara dan aktor. Artinya pada guru lah tugas dan tanggung jawab merencanakan dan melaksanakan pengajaran di sekolah.
Oleh karena begitu pentingnya peran guru dalam meningkatkan mutu pendidikan, maka pemerintah mengadakan dan menyelenggarakan berbagai progam untuk meningkatkan kualitas para guru , banyak program yang diselenggarakan antara lain: penataran bagi para guru, Seminar dan lokakarya, beasiswa dalam jabatan dan adanya kelompok MGMP (musyawarah guru mata pelajaran), dengan adanya MGMP ini diharapkan para guru mata pelajaran dapat meningkatkan kualitasnya, dalam MGMP juga di mungkinkan adanya saling tukar pendapat dan pengalaman antar guru mata pelajaran yang bisa berujung pada pemecahan masalah bersama. Program termutakhir pemerintah adalah adanya sertifikasi guru, dengan adanya kebijakan ini diharapkan masing-masing guru dapat mengembangkan dan meningkatkan kompetensi yang dimilikinya sehingga tingkat kehidupan, mutu dan kualitas guru dapat meningkat, hal ini akan berujung pula pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Salah satu Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) adalah MGMP sejarah. Kegiatan MGMP, antara lain, membuat RPP, silabus, dan ajang cerita pengalaman pribadi yang berkaitan dengan situasi di sekolah, di rumah, dan lain-lain.
Dari kegiatan-kegiatan tersebut, MGMP membuat RPP yang disusun bersama dalam kelompok tertentu.Namun karena lingkungan sekolah masing-masing guru berbeda maka MGMP pada umumnya menghasilkan produk RPP yang mestinya mengupayakan inovasi dan renovasi. Inovasi berasal dari guru. Renovasi harus dilakukan karena RPP produk MGMP jelas tidak mutlak bisa diterapkan di lingkungan semua guru
Dengan kenyataan tersebut, dalam menyampaikan mata pelajaran sejarah, guru harus pandai-pandai memilih metode yang cocok untuk sekolahnya, bukan metode yang ada dalam RPP MGMP. Guru sejarah harus benar-benar menguasai kemampuan/kualifikasi sebagai pendidik sejarah. Jika tiap guru sejarah mampu melakukan berbagai inovasi dalam RPP dan pembelajaran, dia pasti paham betapa ''sejarah tidak harus seragam".
Pengajaran sejarah di tingkat SMA menekankan aspek nilai. Tujuan akhirnya membentuk generasi muda yang memiliki nilai nation and character building kukuh. Di sisi lain, perkembangan teknologi sangat mungkin menggoyahkan semangat nasionalisme. Melalui internet, siswa mampu mencari segala informasi yang dia mau, bahkan melebihi gurunya. Ambil contoh, silang pendapat tentang supersemar, peristiwa G 30 S/PKI, dan lain-lain. Siswa bisa tahu banyak tentang hal tersebut dan bertanya sesuai batas imajinasi mereka. Padahal, imajinasi siswa umumnya amat tinggi.
Di sinilah peran guru sejarah benar-benar diuji. Ambil contoh, kurikulum yang kadang berseberangan dengan pengetahuan yang didapat siswa di internet. Guru sejarah kadang bimbang harus menjawab bagaimana agar siswa puas, tetapi "nilai" tetap tersampaikan dan tertanam dalam jiwa siswa.
Guru sejarah adalah guru yang menanamkan nilai-nilai historis untuk mewujudkan generasi yang memiliki nation and character building, bukannya doktrinasi atas suatu rezim. Biarkan siswa mencari tahu sejarah entah ke mana. Namun, sebagai seorang guru, guru sejarah harus bisa menggiring siswa kepada fakta yang terjadi dengan sesungguhnya.
Guru menunjukkan fakta silakan siswa menilai. Kalau ini lakukan, pasti sejarah akan beragam. Guru harus melatih siswa untuk berlapang dada dalam keberagaman sejarah dan keseragaman sejarah bangsanya. Dengan begitu, kelak, di masa depan, mereka tidak akan gagap menghadapi perbedaan dan keberagaman.
Namun pada kenyataanya, banyak guru terutama guru sejarah yang menerangkan materi masih persis seperti yang terdapat dalam teks buku pelajaran yang sudah kuno tanpa memberikan penafsiran-penafsiran lain dan walaupun sudah terdapat MGMP, Banyak guru sejarah yang kurang mengembangkan model pembelajaran. Akibatnya, siswa sering menjuluki guru sejarah dengan predikat guru pengantar tidur, tukang mendongeng, membosankan, dan lain-lain. Julukan-julukan seperti itu mestinya menjadi cambuk bagi guru sejarah. Itu kritik yang amat membangun.
Dari uraian tersebut diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai: “ Kualitas Guru Sejarah di SMA Negeri se-Kabupaten Banjarnegara Dalam Pembelajaran Ditinjau Aspek Persiapan, Metode, Proses dan Evaluasi.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah persiapan mengajar guru-guru sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Banjarnegara?
2. Metode apakah yang sering di pakai dalam pembelajaran sejarah dan apakah sudah sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa?
3. Bagaimanakah proses pembelajaran yang dilakukan oleh Guru-guru sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Banjarnegara terhadap peserta didik dan bagaimana kesesuaiannya dengan metode yang digunakan ?
4. Bagaimana pengevaluasian guru-guru sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Banjarnegara terhadap hasil belajar siswa?
D. Tujuan Penelitian
1. Ingin mengetahui persiapan mengajar guru-guru sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Banjarnegara.
2. Ingin mengetahui metode yang sering di pakai dalam pembelajaran sejarah dan apakah sudah sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa?
3. Ingin mengetahui proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Banjarnegara terhadap peserta didik dan bagaimana kesesuaiannya dengan metode yang digunakan.
4. Ingin mengetahui pengevaluasian guru-guru sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Banjarnegara terhadap hasil belajar siswa.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Dengan melakukan penelitian tentang kualitas guru sejarah di SMA Negeri se-Kabupaten Banjarnegara dalam pembelajaran ditinjau dari tingkat profesionalisme guru (aspek persiapan, metode, proses dan evaluasi) peneliti dapat mengetahui bagaimana kualitas guru sejarah SMA di kabupaten Banjarnegara yang dapat dilihat dari bagaimana persiapan guru tersebut sebelum pembelajaran dimulai seperti; menentukan tujuan pembelajaran,metode, materi, mempersiapkan rencana pembelajaran (RP), dan media pembelajarannya. Dari aspek metode, peneliti bisa mengetahui sekiranya metode apa yang tepat yang akan digunakan dalam pembelajaran dengan memperhatikan karakteristik dan kebutuhan siswa.apakah akan menggunakan metode ceramah, diskusi atau yang lainnya. Dari aspek cara penyampaian, peneliti bisa mengetahui bagaimana cara penyapaian materi yang baik sehingga mudah diterima dan dicerna oleh siswa. Dari aspek evaluasi, peneliti bisa mengetahui apakah cara pengevaluasiannya sudah baik atau belum.
2. Manfaat Bagi Guru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan guru dapat melakukan evaluasi dan dapat meningkatkan kualitas pembelajarannya, baik dari aspek persiapan, metode, proses/cara penyampaian materi dan juga evaluasi.
3. Manfaat Bagi Masyarakat Umum
Sebagai bahan bacaan, referensi maupun sebagai sumber untuk menambah ilmu pengetahuan
F. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda serta mewujudkan kesatuan pendapatan dan pengertian yang berhubungan dengan judul penelitian yang penulis ajukan, istilah-istilah yang perlu ditegaskan adalah :
1. Kualitas
Kualitas berarti tingkat baik buruknya sesuatu; kadar.Kualitas berarti derajat atau taraf (kepandaian, kecakakapan dan sebagainya). (KBBI,1991: 532). Dalam hal ini kualitas diartikan sebagai derajat atau taraf kepandaian guru-guru sejarah di SMA Negeri se-kabupaten Banjarnegara dalam hal pemelajaran.
2. Guru Sejarah
Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.Sejarah berarti 1.silsilah;asal-usul (keturunan); 2.kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau; cerita yang berdasar pada kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi;3. Pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa lampau. (KBBI,1991: 891). Guru sejarah berarti orang yang profesinya menerangkan pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa lampau.
3. Pembelajaran
Pembelajaaran berarti proses, cara, menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. (KBBI, 1991: 15)
4. Profesionalisme Guru
Profesionalisme berarti mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang professional. (KBBI,1991: 789). Profesionalisme guru berarti mutu guru atau kualitas guru.
5. Persiapan
Persiapan berarti perlengkapan dan persediaan (untuk sesuatu); perbuatan bersiap-siap atau mempersiapkan; tindakan untuk sesuatu, atau pelajaran untuk mempersiapkan murid-murid melanjutkan pelajaran. (KBBI,1991: 935).
6. Metode
Metode berarti cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. (KBBI,1991: 652).
7. Proses
Proses adalah runtutan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu atau rangkaian tindakan, pembuatan atau pengolahan yang menghasilkan produk. Proses dalam hal ini terkait dengan cara penyampaian materi. Cara berarti jalan (aturan, sistem) melakukan sesuatu atau gaya, ragam (seperti bentuk, corak). (KBBI,1991: 172). Penyampaian berarti proses, cara, perbuatan menyampaikan. (KBBI,1991: 872). Materi berarti bahan; sesuatu yang menjadi bahan (untuk diujikan, dipikirkan,dibicarakan, dikarangkan dan sebagainya). (KBBI,1991:637).
8. Evaluasi
Evaluasi berarti penilaian;hasil. (KBBI,1991: 272). Dalam hal ini evaluasi berarti penilaian guru terhadap hasil belajar siswa.
G. Landasan Teori
1. Tinjauan Tentang pembelajaran
a. Pengertian pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.( http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran )
Pembelajaran menurut Briggs dalam sugandi (2004: 6) adalah “instruction” yaitu seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kemudahan.Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal (dari dalam diri) dan di sisi lain kemungkinan juga bersifat eksternal (bersumber pada guru). Pembelajaran yang bersifat internal mempunyai makna bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual, yang mengubah stimulus dari lingkungan seseorang kedalam sejumlah informasi, yang selanjutnya dapat menyebabkan hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang. Hasil belajar itu memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk melakukan berbagai penampilan. (Gagne,1985 dalam sugandi 2004 : 9) sedangkan, dalam pembelajaran yang bersifat eksternal prinsip-prinsip belajar dengan sendirinya akan menjadi prinsip prinsip pembelajaran. Sesuatu yang dikatakan prinsip biasanya berupa aturan atau ketentuan dasar yang apabila dilakukan secara konsisten, sesuatu yang ditentukan akan efektif atau sebaliknya. Prinsip pembelajaran merupakan aturan/ketentuan dasar dengan sasaran utamanya adalah prilaku guru
Pembelajaran secara umum adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Oleh karena itu, pembelajaran mempunyai tujuan. Adapun tujuan pembelajaran menurut Sugandi (2004), adalah membantu agar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran menguasai sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai dengan isi proses pembelajaran tersebut.
b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
1. Prinsip pembelajaran menurut teori behavioristik
Menurut teori behavioristik pembelajaran yang dapat menimbulkan proses belajar dengan baik adalah pembelajaran yang mememenuhi beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
a. Siswa berpartisipasi secara aktif.
b. Materi di susun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara sistematis dan logis.
c. Setiap respon siswa diberi balikan dan disertai penguatan. (Harthley dan Davies,1978 dalam Sugandi,2004 :10)
2. Prinsip pembelajaran menurut teori kognitif.
Reilley dan Lewis (1983) dalam Sugandi menjelaskan 8 prinsip pembelajaran yang digali dari teori kognitif Brunner dan Ausuble bahwa pembelajaran akan lebih bermakna bila :
a. Menekankan akan makna dan pemahaman.
b. Mempelajari materi tidak hanya proses pengulangan tetapi perlu disertai proses transfer secara lebih luas.
c. Menekankan adanya pola hubungan. Seperti bahan dan arti (Brunner), bahan yang telah diketahui dengan struktur kognitif (Ausuble).
d. Menekankan pembelajaran prinsip dan konsep.
e. Menekankan struktur disiplin ilmu dan struktur kognitif.
f. Obyek pembelajaran seperti apa adanya dan tidak disederhanakan dalam bentuk eksperimen dalam situasi laboratoris.
g. Menekankan pentingnya bahasa sebagai dasar pikiran dan komunikasi.
h. Perlunya memanfaatkan pengajaran perbaikan yang lebih bermakna.
3. Prinsip pembelajaran menurut teori humanis.
Menurut teori humanistik, belajar adalah bertujuan menanusiakan manusia. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah siswa yang dapat mengaktualisasi dirinya dengan lingkungan, maka pengalaman dan aktivitas siswa merupakan prinsip penting dalam pembelajaran humanistik.
4. Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan.
Ranah tujuan pembelajaran dapat dibedakan atas ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran ranah tertentu, diperlukan prinsip pembelajaran yang tidak sama, terutama prinsip yang mengatur prosedur dan pendekatan pembelajaran itu sendiri.
a. Prinsip pengaturan kegiatan kognitif
Pembelajaran hendaknya memperhatikan bagaimana mengatur kegiatan kognitif yang efisien. Caranya mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan sistematika alur pikir dan sistematik proses belajar itu sendiri. Orang yang menggunakan alur pikir dalam pemecahan masalah, ia akan berfikir dengan sistematis dan dapat mengontrol kegiatan kognitifnya, sehingga pembelajaran akan lebih efisien.
b. Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan.
Ranah Pembelajaran pengaturan kegiatan afektif perlu memperhatikan dan mengaplikasikan 3 pengaturan kegiatan afektif yaitu faktor "conditioning", behavior modifcation, dan human model. Faktor " conditioning" yaitu perilaku guru yang berpengaruh terhadap rasa senang atau rasa benci siswa terhadap guru. Faktor "behavior modification" pemberian penguatan seketika. Faktor "human model"yaitu contoh berupa orang yang dikagumi dan dipercaya para siswa. Dalam mengaplikasikan prinsip tersebut hendaknya dikaitkan dengan fase belajar sikap, yaitu, fase motivasi, konsentrasi, pengolahan dan balikan.
c. Prinsip pengaturan kegiatan psikomotorik.
Pembelajaran pengaturan kegiatan psikomotorik mementingkan faktor latihan, penguasaan prosedur gerak-gerik, dan prosedur koordinasi anggota badan Untuk itu diperlukan pembelajaran fase kognitif. Dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut, hendaknya juga mengkaitkan fase belajar psikomotorik, yaitu, fase motivasi, konsentrasi, pengolahan, menggali dan balikan.
5. Prinsip pembelajaran konstruktivisme (Teori kontemporer)
Menurut kontruktivisme, belajar adalah proses aktif siswa dalam mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dalam proses belajar tersebut terjadi proses asimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang sudah dipelajari. Dengan demikian sebenamya tergolong teori kognitif, hanya saja kognitif dalam pengembangan. Prinsip yang nampak dalam pembelajaran konstruktivisme ialah, (1) Pertanyaan dan konstruksi jawaban siswa adalah penting, (2) berlandasan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi para siswa, (3) guru lebih bersikap interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan mediator bagi siswa dalam proses belajar-mengajar,(4) program pembelajaran dibuat bersama si belajar agar mereka benar-benar terlibat dan bertanggungjawab (konstrak pembelajaran) dan (5) strategi pembelajaran, student-centered learning, dilakukan dengan belajar aktif, belajar mandiri, koperatif dan kolaboratif.
6. Prinsip pembelajaran bersumber dari azas mengajar (Didaktik )
Bertolak dari pengertian bahwa keberhasilan mengajar perlu diukur dari bagaimana partisipasi siswa dalam proses belajar-mengajar dan seberapa hasil yang dicapai. Dalam menjawab dua permasalahan tersebut ahli-ahli didaktik mengarahkan perhatian kepada tingkah laku guru sebagai organisator proses belajar-mengajar. Maka timbullah azas-azas mengajar, yaitu suatu kaidah bagi guru-guru dalam bertingkah laku mengajar agar lebih berhasil. Azas-azas mengajar itu bermacam-macam, tetapi dalam uraian ini hanya akan dikemukakan dari Mandigers dan Marsell. Kedua ahli pendidikan tersebut berasal dari Belanda dan Amerika Serikat. sehingga Azas-azas mengajar dari Mandigers (Belanda) mempunyai sudut pandangan yang berbeda.
a. Mandigers
Sudah dikenal lama dan sudah menjadi bagian dari didaktik di Indonesia. Prinsip-prinsip mengajar ini lebih dikenal dengan nama azas-azas didaktik. Menurut Mandigers agar anak mudah dan berhasil dalam belajar, dalam mengajar guru perlu memperhatikan, (1) prinsip aktivitas mental, (2) prinsip menarik perhatian, (3) prinsip penyesuaian perkembangan murid, (4) prinsip appersepsi, (5) prinsip peragaan dan (6) prinsip aktivitas motorik. Selain hal tersebut di atas ahli pendidikan lain menambahkan prinsip korelasi dan lingkungan.
1) Prinsip aktivitas mental
Belajar adalah aktivitas mental, oleh karena itu pembelajaran hendaknya dapat menimbulkan aktivitas mental. Tidak hanya mendengar, mencamkan dan sebagainya tetapi lebih menyeluruh baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Pendekatan pembelajaran dengan prinsip CBSA dikatakan sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.
2) Prinsip menarik perhatian
Bila dalam belajar mengajar para siswa penuh perhatian kepada bahan yang dipelajari, maka hasil belajar akan lebih meningkat sebab dengan perhatian, ada konsentrasi, pada gilirannya hasil belajar itu akan lebih berhasil dan tidak lekas lupa.
3) Prinsip penyesuaian perkembangan anak
Anak akan lebih tertarik perhatiannya bila bahan pelajaran disesuaikan dengan perkembangan subyek belajar. Prinsip ini juga sudah dikemukakan oleh John Amos Comenius.
4) Prinsip Appersepsi
Prinsip ini memberikan petunjuk bahwa kalau mengajar guru hendaknya mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui. Dengan cara tersebut subyek belajar akan lebih tertarik sehingga bahan pelajaran mudah diserap. Prinsip ini biasanya dilaksanakan pada pendahuluan pelajaran/pembukaan. Mirip dengan prinsip ini adalah apa yang disebut "advance organizer" dari Ausable. Dalam pendahuluan pelajaran terutama ceramah, pelajaran akan lebih bermakna bila guru menghubungan materi pelajaran dengan penyajian "advance organizer", yaitu menghubungkan materi pelajaran pokok dengan konteks yang lebih luas dan bermakna
5) Prinsip peragaan
Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya digunakan alat peraga. Dengan alat peraga proses belajar mengajar tidak verbalistis. Pelaksanaan prinsip ini dapat dilakukan dengan menggunakan bermacam alat peraga atau media pembelajaran. Proses pembelajaran yang disertai dengan alat peraga, akan menghasikan hasal belajar lebih jelas dan tidak lekas lupa.
6) Prinsip aktivitas motoris
Mengajar hendaknya dapat menimbulkan aktivitas motorik para subyek belajar. Belajar yang dapat menimbulkan aktivitas motorik seperti, menulis, menggambar, melakukan percobaan, mengerjakan tugas latihan, akan menimbulkan kesan dan hasil belajar yang lebih mendalam.
7) Prinsip motivasi
Motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dalarn rangka memenuhi kebutuhannya. Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Makin kuat motivasi seseorang dalam belajar makin optimal dalam melakukan aktivitas belajar. Dengan kata lain intensitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh motivasi. Dalam mengaplikasikan prinsip ini guru dapat melakukan: a. Menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak, b. Menghubungkan pelajaran dengan pengalaman anak, c. Memilih berbagai metode mengajar yang tepat.
b. Menurut JL Marsell
Jl Marsell (1954) mengemukakan bahwa pembelajaran yang sukses, perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar berikut: (1) Konteks (2) Fokus, (3) Sekuens, (4) Evaluasi, (5) Individualisasi dan (6) Sosialisasi.
1) Prinsip Konteks .
Pembelajaran dengan memperhatikan prinsip konteks, dilaksanakan dengan cara guru menciptakan bermacam-macam hubungan dengan bahan pelajaran. Caranya dengan mengkaitkan materi bahan pelajaran dengan konteksnya dalam arti hubungan sesama konsep, hubungan konsep dengan fakta, konsep dengan guna/fungsi, dan sebagainya. Dengan prinsip ini si belajar akan tahu "konteks" tiap bahan yang dipelajari. Tanpa ada konteks pengetahuan satu dengan yang lain biarpun terletak dalam satu rumpun akan terpisah-pisah sehingga pengetahuan siswa kurang kokoh.
2) Prinsip Fokus
Pembelajarkan dengan prinsip fokus dilakukan dengan cara guru dalam membahas dan menjelaskan materi suatu pokok bahasan tertentu perlu ada materi pokok bahasan sebagai pusat pembahasan. Bila prinsip Konteks mengharuskan guru mengkaitkan bahan pelajaran seluas-luasnya, maka prinsip fokus sebaliknya mengharuskan adanya pemusatan pokok persoalan yang dibahas.
3) Prinsip Sekuens
Mengajar dengan melaksanakan prinsip sekuens adalah bahwa materi pengajaran hendaknya disusun secara urut sistematis dan logis sehingga mudah dipelajari. Urutan bahan pelajaran itu sendiri hendaknya memberikan kemudahan siswa dalam kegiatan belajar.
4) Prinsip Evaluasi
Prinsip evaluasi menekankan guru dalam mengajar tidak boleh meninggalkan kegiatan evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan terintegrasi dalam pembelajaran. Kegiatan evaluasi berfungsi mempertinggi efektivitas belajar. Karena dapat mendorong siswa belajar dan memungkinkan guru untuk memperbaiki cara mengajarnya. Evaluasi itu dapat dilakukan secara tertulis, lisan maupun dalam bentuk "assesment"
5) Prinsip Individualisasi
Melaksanakan prinsip individualisasi diwujudkan dalam bentuk guru dalam mengajar memperhatikan adanya perbedaan individu para siswa. Siswa sebagai individu adalah berbeda-beda dilihat dari segi mental, seperti intelegensi, bakat, minat, dan sebagainya.
6) Prinsip Sosialisasi
Prinsip Sosialisasi menekankan guru dalam mengajar hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang menimbulkan adanya saling kerja sama antar siswa dalam mengatasi masalah

2. Tinjauan Tentang Profesionalisme (Aspek Persiapan, Metode, Proses/Prosedur dan Evaluasi).
a. Persiapan pembelajaran
Persiapan pembelajaran pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan tentang apa yang dilakukan. Dengan demikian, persiapan mengajar merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran, terutama berkaitan dengan pembentukan kompetensi. Dalam pengembangan persiapan mengajar, terlebih dahulu harus menguasai secara teoritis dan praktis unsur-unsur yang terdapat dalam persiapan mengajar. Kemampuan membuat persiapan mengajar merupakan langkah awal yang harus dimiliki guru dan sebagai muara dari segala pengetahuan teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar dan situasi pembelajar.
Dalam persiapan mengajar harus jelas kompetensi dasar yang akan dikuasai peserta didik, apa yang harus dilakukan, apa yang harus dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta bagaimana guru mengetahui bahwa peserta didik telah menguasai kompetensi tertentu. Aspek-aspek tersebut merupakan unsur utama yang secara minimal harus ada dalam setiap persiapan mengajar sebagai pedoman guru dalam melaksanakan pembelajaran dan membentuk kompetensi peserta didik.
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan persiapan mengajar, diantaranya :
1. Kompetensi yang dirumuskan dalam persiapan mengajar harus jelas, makin konkrit kompetensi makin mudah diamati, dan makin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.
2. Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.
3. Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar harus menunjang dan sesuai dengan kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
4. Persiapan mengajar yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh serta jelas pencapaiannya.
5. Harus ada koordinasi antar komponen pelaksana program di sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksakan secara tim (team teaching) atau moving class.
E. Mulyasa (2003) menyebutkan bahwa guru profesional harus mampu mengembangkan persiapan mengajar yang baik, logis dan sistematis, karena disamping untuk kepentingan pelaksanaan pembelajaran, persiapan mengajar merupakan bentuk dari “profesional accoutability”. Dengan mengutip pemikiran Cythia, E. Mulyasa (2003) mengemukakan bahwa persiapan mengajar akan membantu guru dalam mengorganisasikan materi standar, serta mengantisipasi peserta didik dan masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pembelajaran.




b. Metode-metode dalam pembelajaran
Beberapa contoh metode yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Metode ceramah
Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa. Dalam pengajaran yang menggunakan metode ceramah terdapat unsur paksaan. Dalam hal ini siswa hanya diharuskan melihat dan mendengar serta mencatat tanpa komentar informasi penting dari guru yang selalu dianggap benar itu. Padahal dalam diri siswa terdapat mekanisme psikologis yang memungkinkannya untuk menolak disamping menerima informasi dari guru. Inilah yang disebut kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan diri.
2. Metode Tanya jawab
Metode tanya jawab dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa. Dengan mengajukan pertanyaan yang terarah, siswa akan tertarik dalam mengembangkan daya pikir. Kemampuan berpikir siswa dan keruntutan dalam mengemukakan pokok-pokok pikirannya dapat terdeteksi ketika menjawab pertanyaan. Metode ini dapat menjadi pendorong bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih lanjut pada berbagai sumber belajar. Metode ini akan lebih efektif dalam mencapai tujuan apabila sebelum proses pembelajaran siswa ditugasi membaca materi yang akan dibahas.
3. Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Dalam diskusi terjadi tukar menukar gagasan atau pendapat untuk memperoleh kesamaan pendapat. Dengan metode diskusi keberanian dan kreativitas siswa dalam mengemukakan gagasan menjadi terangsang, siswa terbiasa bertukar pikiran dengan teman, menghargai dan menerima pendapat orang lain, dan yang lebih penting melalui diskusi mereka akan belajar bertanggung jawab terhadap hasil pemikiran bersama.
4. Metode belajar kooperatif
Dalam metode ini terjadi interaksi antar anggota kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. Semua anggota harus turut terlibat karena keberhasilan kelompok ditunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota kelompok saling membantu. Model belajar kooperatif yang sering diperbincangkan yaitu belajar kooperatif model jigsaw yakni tiap anggota kelompok mempelajari materi yang berbeda untuk disampaikan atau diajarkan pada teman sekelompoknya.
5. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses kejadian. Metode demonstrasi biasanya diaplikasikan dengan menggunakan alat-alat bantu pengajaran seperti benda-benda miniatur, gambar, perangkat alat-alat laboratorium dan lain-lain. Akan tetapi, alat demonstrasi yang paling pokok adalah papan tulis dan white board, mengingat fungsinya yang multi proses. Dengan menggunakan papan tulis guru dan siswa dapat menggambarkan objek, membuat skema, membuat hitungan matematika, dan lain-lain peragaan konsep serta fakta yang memungkinkan.
6. Metode Ekspositori
Metode ekspositori adalah suatu penyajian visual dengan menggunakan benda dua dimensi atau tiga dimensi, dengan maksud mengemukakan gagasan atau sebagai alat untuk membantu menyampaikan informasi yang diperlukan.


7. Metode karyawisata/widyawisata
Metode karyawisata/widyawisata adalah cara penyajian dengan membawa siswa mempelajari materi pelajaran di luar kelas. Karyawisata memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar, dapat meransang kreativitas siswa, informasi dapat lebih luas dan aktual, siswa dapat mencari dan mengolah sendiri informasi. Tetapi karyawisata memerlukan waktu yang panjang dan biaya, memerlukan perencanaan dan persiapan yang tidak sebentar.
8. Metode penugasan
Metode ini berarti guru memberi tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, merangsang untuk belajar lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan mencari dan mengolah sendiri informasi. Tetapi dalam metode ini sulit mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri.
9. Metode Eksperimen
Metode eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan eksperimen, siswa menjadi akan lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa. Metode ini paling tepat apabila digunakan untuk merealisasikan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri atau pendekatan penemuan.
10. Metode bermain peran
Pembelajaran dengan metode bermain peran adalah pembelajaran dengan cara seolah – olah berada dalam suatu situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep. Dalam metode ini siswa berkesempatanm terlibat secara aktif sehingga akan lebih memahami konsep dan lebih lama mengingat, tetapi memerlukan waktu lama.
Pendekatan dan metode yang dipilih guru dalam memberikan suatu materi pelajaran sangat menentukan terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Tidak pernah ada satu pendekatan dan metode yang cocok untuk semua materi pelajaran, dan pada umumnya untuk merealisasikan satu pendekatan dalam mencapai tujuan digunakan multi metode
Metode dibedakan dari pendekatan , metode lebih menekankan pada pelaksanaan kegiatan, sedangkan pendekatan ditekankan pada perencanaannya. Ada lima hal yang perlu diperhatikan guru dalam memilih suatu metode mengajar yaitu :
a. Kemampuan guru dalam menggunakan metode.
b. Bahan pengajaran yang perlu dipelajari siswa.
c. Perbedaan individual dalam memanfaatkan inderanya.
d. Sarana dan prasarana yang ada disekolah.
c. Proses/prosedur pembelajaran
Secara umum, prosedur pembelajaran dilakukan melalui 3 tahapan yaitu : (1) kegiatan pendahuluan; (2) kegiatan inti; (3) kegiatan akhir dan tindak lanjut :
1. Pendahuluan
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan pendahuluan, yaitu :
a. Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran; meliputi: membina keakraban, menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan suasana belajar yang demokratis.
b. Apersepsi/Pre test; meliputi : kegiatan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi sebelumnya, memberikan komentar atas jawaban yang diberikan peserta didik dan membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Sementara itu, Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa dalam kegiatan pendahuluan, perlu dilakukan pemanasan dan apersepsi, didalamnya mencakup: (a) bahwa pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik; (b) motivasi peserta didik ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik; dan (c) peserta didik didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.
2. Kegiatan Inti
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan inti, yaitu :
a. Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai, baik secara lisan maupun tulisan.
b. Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh
c. Membahas Materi
Depdiknas (2003) membagi kegiatan inti ke dalam tiga tahap kegiatan yaitu: (1) eksplorasi; (2) konsolidasi pembelajaran, dan (3) pembentukan sikap dan perilaku.
1. Kegiatan eksplorasi merupakan usaha memperoleh atau mencari informasi baru. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan eksplorasi, yaitu: (a) memperkenalkan materi/keterampilan baru; (b) mengaitkan materi dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik; (c) mencari metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaaan peserta didik akan materi baru tersebut.
2. Konsolidasi merupakan merupakan negosiasi dalam rangka mencapai pengetahuan baru. Dalam kegiatan konsolidasi pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah : (a) melibatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi ajar baru; (b) melibatkan peserta didik secara aktif dalam pemecahan masalah; (c) meletakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pelajaran yang baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan; dan (d) mencari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.
3. Pembentukan sikap dan perilaku merupakan pemrosesan pengetahuan menjadi nilai, sikap dan perilaku. Yang perlu diperhatikan dalam pembentukan sikap dan perilaku, adalah : (a) peserta didik didorong untuk menerapkan konsep atau pengertian yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari; (b) peserta didik membangun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari; dan (c) cari metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap dan perilaku peserta didik.

3. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran , yaitu : (a) penilaian akhir; (b) analisis hasil penilaian akhir; (c) tindak lanjut; (d) mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang; dan (e) menutup kegiatan pembelajaran.
Mulyasa (2003) mengemukakan dua kegiatan pokok pada akhir pembelajaran, yaitu : (a) pemberian tugas dan (b) post tes. Sementara itu, Depdiknas (2003) mengemukakan dalam kegiatan akhir perlu dilakukan penilaian formatif, dengan memperhatikan hal-hal berikut: (a) kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik; (b) gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru; dan (c) cari metodologi yang paling tepat yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
d. Pengertian Evaluasi
Davies mengemukakan bahwa bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberikan atau menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek (Davies, 1981:3). Menurut Wand dan Brown, evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu (dalam Nurkancana, 1986:1).
Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 1990:3). Dengan berdasarkan batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, maupun objek) berdasarkan kriteria tertentu.
Evaluasi mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh seorang guru maupun dosen. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata, tetapi evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari keseluruhan kegiatan pembelajaran yang baik. Evaluasi pembelajaran bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana efisiensi proses pembelajaran yang dilaksanakan dan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Dalam rangka kegiatan pembelajaran, evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan pe pembelajaran mbelajaran yang telah ditetapkan.
Erman (2003:2) menyatakan bahwa evaluasi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai penentuan kesesuaian antara tampilan siswa dengan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini yang dievaluasi adalah karakteristik siswa dengan menggunakan suatu tolak ukur tertentu. Karakteristik-karakteristik tersebut dalam ruang lingkup kegiatan belajar-mengajar adalah tampilan siswa dalam bidang kognitif (pengetahuan dan intelektual), afektif (sikap, minat, dan motivasi), dan psikomotor (ketrampilan, gerak, dan tindakan). Tampilan tersebut dapat dievaluasi secara lisan, tertulis, mapupun perbuatan. Dengan demikian mengevaluasi di sini adalah menentukan apakah tampilan siswa telah sesuai dengan tujuan instruksional yang telah dirumuskan atau belum.
Apabila lebih lanjut kita kaji pengertian evaluasi dalam pembelajaran, maka akan diperoleh pengertian yang tidak jauh berbeda dengan pengertian evaluasi secara umum. Pengertian evaluasi pembelajaran adalah proses untuk menentukan nilai pembelajaran yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan pengukuran dan penilaian pembelajaran. Pengukuran yang dimaksud di sini adalah proses membandingkan tingkat keberhasilan pembelajaran dengan ukuran keberhasilan pembelajaran yang telah ditentukan secara kuantitatif, sedangkan penilaian yang dimaksud di sini adalah proses pembuatan keputusan nilai keberhasilan pembelajaran secara kualitatif.


H. KERANGKA BERPIKIR
Dalam pembelajaran Peranan guru sangatlah penting, guru lah yang menentukan tujuaan, bahan, metode, alat dan penilaian.Selain itu, Guru merupakan fasilitator dalam pemberian materi pembelajaran, sehingga siswa lebih mudah dalam mengorganisirnya menjadi suatu pola yang bermakna. Guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi, mengorganisir potensi yang terdapat pada diri siswa, dengan demikian pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakuaknan oleh guru dan siswa, sehingga siswa akan brubah tingkah lakunya ke arah yang lebih baik.
Keberadaan guru dalam proses belajar mengajar sangat penting dan mutlak, karena guru adalah sutradara sekaligus aktor dalam pembelajaran yang mempengaruhi kulaitas pembelajaran (Sudjana, 2004:39).
Dalam proses belajar, guru bertugas membelajarkan siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu upaya yang paling praktis dan realitas dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar para siswa. Sebagai indikator kualitas pendidikan adalah perbaikan dan penyempurnaan sistem pembelajaran. Upaya tesebut diarahkan kepada kualitas pembelajaran sebagai suatu proses yang diharapkan dapat menghasilkan kualitas hasil belajar yang optimal. Pengoptimalan persiapan, metode, bagaimana proses pembelajaaran dan evaluasi oleh guru merupakan salah satu upaya yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas guru itu sendiri maupun kualitas dalam pembelajaran sejarah.
Aspek persiapan, pemilihan metode, bagaimana proses pembelajaran dan evaluasi yang dilakukan oleh guru merupakan upaya dalam rangka menunjukan kualitas pribadinya dan upaya peningkatan mutu pendidikan.
Aspek persiapan, pemilihan metode, bagaimana proses pembelajaran dan evaluasi yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran mempengaruhi pencapaian tujuan instruksional, prestasi belajar siswa, sekaligus berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, terutama belum dioptimalisasikannya komponen-komponen yang terlibat dalam pendidikan/pembelajaran. Salah satu di antaranya ialah mengenai kualitas guru dalam pembelajararn terutama dalam aspek persiapan, metode, proses dan evaluasi. Namun demikian perlu disadari bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan/pembelajaran tidak terlepas dari kerja sama keseluruhan komponen sistem pendidikan/pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa dengan adanya persiapan, metode, proses dan evaluasi yang tepat dan baik yang dilakukan oleh guru maka guru tersebut dapat dikatakan berkualitas dimana pada akhirnya hal tersebut dapat meningkatkan mutu/kualias pendidikan di Indonesia.
Dengan demikian, persiapan, metode, proses, dan evaluasi yang telah di rencanakan dan dilaksanakan oleh guru akan menunjukkan kualitas guru dalam pembelajaran.








Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut:










I. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul yang ditulis dalam rancangan penelitian ini maka lokasi penelitian ini adalah di SMA Negeri se-Kabupaten Banjarnegara yang diwakili oleh lima SMA Negeri yaitu:
a. SMA Negeri 1 Banjarnegara
b. SMA Negeri 1 Purwonegoro
c. SMA Negeri 1 Purworejo klampok
d. SMA Negeri 1 Wanadadi
e. SMA Negeri 1 Sigaluh
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dan bersifat diskriptif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Menurut Kirk dan Miller dalam Moleong (2002:3) penelitian kualitatif adalah tradisi dalam ilmu pengetahuan sosial yang bergantung pada pengamatan manusia dan kawasan sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya. Dengan pendekatan ini diharapkan bahwa kualitas guru sejarah SMA sekabupaten Banjarnegara ditinjau dari aspek profesionalisme ( aspek persiapan, metode, proses dan evaluasi ) dapat dideskripskan secara teliti.
Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan-kenyataan yang dihadapi peneliti di lapangan; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2002:5).
Sifat penelitian kualitatif adalah alami (mengalir). Pendekatan ini memandang bahwa kenyatan sebagai suatu yang berdimensi jarak, utuh, merupakan suatu kesatuan dan senantiasa berubah (open onded). Oleh karena itu rancangan penelitian disusun dan berkemabang selama proses berlangsung sehingga penelitian ini sangat memungkinkan adanya perubahan-perubahan konsep sesuai dituasi dan kondisi di lapangan.


3. Fokus Penelitian
Fokus adalah masalah yang diteliti dalam penelitian. Pada dasarnya fokus merupakan pembatasan masalah yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah kualitas guru sejarah ditinjau dari aspek profesionalisme guru yaitu dilihat dari segi persiapan,proses,metode dan evaluasi.
Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana kualitas guru sejarah adalah sebagai berikut
a. Aspek persiapan atau perencanaan dalam pembelajaran

Adapun indikator-indikator yang digunakan adalah
1. Menetapkan tujuan pembelajaran
2. Menyiapkan bahan pelajaran
3. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran
4. Evaluasi pembelajaran
Adapun perangkat dalam persiapan pembelajaran dan yang menjadi tolak ukur kesiapan dalam pembelajaran yaitu: adanya silabus pembelajaran, adanya rencana pembelajaran(RPP) dan media yang akan digunakan dalam pembelajaran
b. Aspek metode dalam pembelajaran
1. Kesesuaian antara metode dengan materi pembelajaran dan tujuan yang akan dicapai
2 Kesesuaian antara metode dengan tingkat dperkembangan dan karakteristik siswa.
c. Aspek proses/prosedur dalam pembelajaran
1. Kemampuan membuka pelajaran.
2. Kemampuan memberi pertanyaan dasar.
3. Kemampuan memberi motivasi dan penguatan.
4. Kemampuan dalam menerangkan materi pelajaran.
5. Kemampuan mengelola kelas.
d. Aspek evaluasi
1. Evaluasi bentuk tes : evaluasi ini terdiri dari tes lisan, tertulis dan tindakan
2. Evaluasi non tes : tes ini terdiri dari observasi, wawancara, studi kasus, skala penilaian dan lain-lain
4. Sumber Data Penelitian
Menurut Lofland dan lofland (1984:47) seperti yang dikutip oleh moleong (2002:112) mengungkapkan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lainnya. Sumber data pada penelitian kualitatif ini terbagi atas sumber data primer dan sumber data skunder.
a. Sumber data primer, adalah sumber data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan informan. Informan dalam penelitian ini adalah guru sejarah dan siswa di SMA Negeri se-Kabupaten Banjarnegara. SMA Negeri tersebut yaitu SMA Negeri 1 Banjarnegara , SMA Negeri 1 Purwonegoro, SMA Negeri 1 Purworejo klampok, SMA Negeri 1 Wanadadi dan SMA Negeri 1 Sigaluh.
b. Sumber data sekunder, adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya yaitu seperti dokumen, buku-buku, makalah-makalah penelitian, dan sumber yang relevan. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu bersumber dari dokumen yang telah ada di SMA Negeri se-Kabupaten Banjarnegara yang terkait dengan penelitian misalnya buku-buku, makalah-makalah serta literatur lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
5. Teknik sampling
Teknik sampling disini adalah cara untuk mengambil sampel penelitian yaitu menentukan informasi yang dianggap mampu menjawab dan memecahkan permasalahan yang peneliti ajukan. Tujuannya adalah untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik, sedangkan maksud dari sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi arah dari rangsangan dan teori yang muncul ( Moleong, 2002: 163).
Dalam penelitian kualitatif ini tidak ada sampel acak, tetapi sampel bertujuan (Pusposive Sampling). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sampel bertujuan dengan tujuan yaitu unit sampel yang dihubungi mempunyai karakteristik tertentu yang berhubungan dengan fokus penelitian, dalam penelitian ini penulis mengambil informan guru sejarah dan perwakilan siswa yang berasal dari SMA N 1 Banjarnegara, SMA Negeri 1 Purwonegoro, SMA Negeri 1 Purworejo klampok, SMA Negeri 1 Wanadadi, dan SMA Negeri 1 Sigaluh.
6. Teknik pengumpulan data
Sugiyono (2006: 3006), menyatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan langkah paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006:186). Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara terstruktur yakni wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan (Moleong, 2006: 190). Dengan demikian, sebelum melakukan wawancara peneliti telah menyiapkan instrumen wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kualitas guru sejarah ditinjau dari profesionalisme guru antara lain dari aspek persiapan, proses, metode dan evaluasi. Orang-orang yang diwawancarai dalam penlitian ini adalah guru sejarah danperwakilan siswa di SMA Negeri 1 Banjarnegara, SMA Negeri 1 Purwonegoro, SMA Negeri Purworejo klampok, dan SMA Negeri 1 Wanadadi dan SMA Negeri 1 Sigaluh. Kredibilitas hasil wawancara perlu dijaga maka diperlukan pencatatan data yang peneliti lakukan dengan meyiapkan tape-recorder yang berfungsi untuk merekam hasil wawancara. Mengingat bahwa tidak semua informan suka dengan adanya alat tersebut, maka peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada informan untuk menggunakan tape-recorder tersebut. Di samping menggunakan tape-recorder, peneliti juga membuat catatan-catatan yang berguna untuk membantu peneliti dalam merencanakan pertanyaan berikutnya.
b. Observasi langsung
Observasi adalah pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Arikunto,1998:148).
Selain dengan wawancara teknik pengumpulan data yang akan duterapkan adalah observasi langsung. Observasi langsung adalah pengamatan langsung kepada objek penelitian, sedangkan yang menjadi obyek observasi adalah guru sejarah dan siswa di SMA Negeri 1 Banjarnegara, SMA Negeri 1 Purwonegoro, SMA Negeri 1 Purworejo klampok, dan SMA Negeri 1 Wanadadi dan SMA Negeri 1 Sigaluh, yang terletak di Kabupaten Banjarnegara. Dalam penelitian peneliti menekankan pada observasi menengenai persiapan pembelajaran,proses pembelajaran, metode, dan evaluasi.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data menganai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, prasasti, notulen, dan lain-lain (Arikunto, 1998:223). Menurut Moleong (2002: 161) dokumen adalah setiap bahan tertulis atau film yang tidak dipersiapkan karena adanaya permintaan seorang penyidik. Dokumen-dokumen yang dapat digunakan antara lain katalog buku, surat pribadi atau autobiografi yang merupakan dokumen resmi yang terbagi atas dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, aturan lembaga masyarakat tertenti yang digunakan dalam kalangan sendiri. Sedangkan dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin, pernyatan dan berita yang disiarkan pada media massa.
Studi dokumen resmi yang dilakukan oleh peneliti adalah mengumpulkan data melalui pencatatan data tertulis mengenai keadaan SMA Negeri se-Kabupaten Banjarnegara yang berkaitan dengan penelitian ini. Data tambahan lainnya diperoleh dari foto, baik itu foto tentang informan, kegiatan pembelajaran, keadaan sumber dan media belajar, serta lokasi penelitian. Dengan foto ini diharapkan kredibilitas penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan karena dapat menggambarkan sifat-sifat khas dari kasus yang diteliti.
7. Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan data. Teknik trianggulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebgai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2006: 330).
Menurut Denzim dalam Moleong (2006:330-331) terdapat emapat macam trianggulasi yaitu:
a. Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajad kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
b. Trianggulasi dengan metode, terdapat dua strategi yaitu:
1. Pengecekan derajad kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data.
2. Pengecekan derajad kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.
c. Trianggulasi dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
d. Trianggulasi dengan teori, manurut Lincoln dan Guba berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.
Trianggulasi memudahkan peneliti dalam me-recek temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori. Untuk itu maka peneliti melakukannya dengan jalan:
a. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.
b. Mengecek dengan berbagai sumber data.
c. Memanfaatkan berbagai metode agar pengcekan kepercayaan data dapat dilakukan.
Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ttrianggulasi sumber. Peneliti melakukan perbandingan dan pengecekan balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh pada waktu dan alat yang berbeda.
Pengujian dengan sumber ditempuh dengan jalan sebagai berikut:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara tentang kualitas guru sejarah di SMA negeri sekabupaten Banjarnegara ditinjau dari profesionalisme guru (aspek persiapan, metode, proses dan evaluasi) yang penulis teliti.
b. Membandingkan hasil wawancara antara guru sejarah dengan siswa tentang kualitas mengajar guru terkait persiapan, metode, proses, dan evaluasi dalam pembelajaran di SMA yang penulis teliti.
Dengan menggunakan teknik trianggulasi di atas diharapkan akan dapat diperoleh hasil penelitian yang bebar-benar sahih karena teknik trianggulasi tersebut sesuai dengan penelitian yang bersifat kualitatif.
8. Teknik analisis data
Menurut Bogdan dan Biklen (1982) analisi data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2006:248).
Analisis data dilakukan dengan mengkaji makna yang terkandung didalamnya. Kategori data, kriteria untuk setiap kategori, analisis hubungan antar kategori, dilakukan peneliti sebelum memuat interpretasi. Peranan statistik tidak diperlukan karena ketajaman analisis peneliti terhadap makna dan konsep dari data cukup sebagai dasar dalam menyusun temuan penelitian, karena dalam kualitatif selalu bersifat deskriptif artinya data yang dianalisis dalam bentuk deskriptif fenomena, tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel.
Menurut Milles dan Huberman, ada dua jenis analisi data yaitu:
a. Analisis Mengalir (Flow Analiysis)
Data analisis mengalir, tiga komponen analisi yakni reduksi data, sajaian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi dilakukan secara mangalir dengan proses pengumpulan data dan saling bersamaan.
b. Analisis Interaksi (Interactive Analysis)
Dalam analisis interaksi komponen reduksi data dan sajian data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Setelah data terkumpul maka tiga komponen analisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi) berinteraksi.
Kaitannya dengan penelitian ini, peneliti menggunakan analisis yang kedua yakni analisi interaksi atau interactive analysis dengan langkah-langakah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
Peneliti mencari sumber data baik sumber primer maupun sumber sekunder. Peneliti mencari data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi di SMA Negeri 1 Banjarnegara, SMA Negeri 1 Purwonegoro, dan SMA Negeri 1 Purworejo klampok, SMA Negeri 1 Wanadadi, dan SMA Negeri 1 Sigaluh yang terletak di Kabupaten Banjarnegara, kemudian melakukan pencatatan data.
b. Reduksi data
Setelah data terkumpul kemudian direduksi yakni menggolongkan, mengartikan, menyederhanakan dan merngorganisasikan sehingga nantinya mudah menarik kesimpulan. Jika data yang diperoleh kurang lengkap maka peneliti mencari kembali data yang diperlukan di lapangan.
c. Sajian data
Data yang telah direduksi tersebut merupakan sekumpulan informasi yang kemudian disusun atau diajukan sehingga kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
d. Verifikasi
Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dalam penarikan kesimpulan atau verfikasi ini didasarkan pada reduksi data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian ini

J. SISTEMATIKA SKRIPSI
BAB I Pendahuluan
Diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, dan penegasan istilah.
BAB II Landasan Teori
Diuaraikan mengenai landasan teori yang mendukung penelitian ini yaitu menjelaskan tentang kualitas guru atau profesionalisme guru yang dilihat dari aspek persiapan/perencanaan pengajaran, metode dalam pembelajaran, proses/prosedur pembelajaran, dan evaluasi dalam pembelajaran
BAB III Metode Penelitian
Diuraiakan menjadi menjadi beberapa bahasan, yakni: pendekatan penelitian, lokasi dan sasaran penelitian ,fokus penelitian, sumber data, tektik sampling, teknik pengumpulan data, keansahan data dan teknik analisis data.
BAB IV Hasil Penelitian
Bab ini menguraikan tentang laporan hasil penelitian terdiri atas hal-hal yang menyagkut deskripsi obyek penelitian, penyajian dan analisi data,dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian.
BAB V Penutup
Diuraikan menganai simpulan yang didasarkan pada penelitian kemudian dilanjutkan dengan saran-saran.























DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2007. Dasar-Dasar Evaluasi pendidikan (edisi revisi). Jakarta : Bumi Aksara.

Darsono, Max. 2001. Belajar Dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press.

Djamarah, Syaiful Bahri dan Azwan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Jones.W.Popham dan Eva.L.Boker. 2003. Teknik Mengajar Secara Sistematis. Terjemahan Amirul Hadi. Jakarta : Rineka Cipta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.Edisi 3. 2001. Jakarta : Depdikbud.Balai Pustaka.

Kasmadi, Hartono. 2001. Pengembangan Pembelajaran Dengan Pendekatan Model-Model Pengajaran Sejarah. Semarang: PT Prima Nugraha Pratama.

Moleong, lexy. J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosdakarya.

Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurkancana,W dan Sunartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.

Rohani, ahmad. 2004. Pengelolaan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugandi,A. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : UNNES press.

Tim Pengadaan Buku Pelajaran IKIP Semarang. 1991. Strategi Belajar Mengajar I. Semarang : IKIP Semarang Press.

Tim Penyusun. 2006. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Semarang : UNNES press.

Winataputra,U.S dkk. 2004. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas terbuka.

1 komentar: